Jagalah Lidah Dari Ghibah
Sebagaimana kita ketahui, lidah adalah suatu anggota tubuh manusia yang merupakan salah satu karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita semua. Tanpa lidah, kita tidak bisa merasakan manisnya makanan, dan bahkan tidak bisa berbicara sekalipun, karena lidah adalah salah satu nikmat yang wajib kita syukuri dan menjaganya semaksimal mungkin. Dengan apa kita menjaganya? tentunya pertanyaan ini bervariasi sekali jawabannya tergantung dari sisi mana seseorang menilai. Namun, yang ditekankan dalam pembahasan ini adalah menjaga lidah kita dari ghibah/menggunjing.
Dalam hal ini, ada sebuah ayat Al Qur’an yang menegaskan larangan berghibah bagi kita semua, diantanya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
Kita lihat ayat diatas, dimana Allah SWT mengumpamakan ghibah/menggunjing layaknya seseorang yang memakan daging saudaranya sendiri. Alangkah kejinya perbuatan ini, betapa dibencinya perbuatan ghibah. Lantas apa yang harus kita kerjakan karena sudah terlanjur menggunjing keburukan orang lain? jawabannya sudah jelas dalam ayat diatas juga bahwa Allah SWT akan menerima pertaubatan kita asalkan kita bertaqwa kepada Allah, dengan cara berhenti dan berjanji tidak mengulangi lagi karena Allah SWT maha penerima taubat dan maha penyayang terhadap hambanya.
Selain ayat diatas juga terdapat ayat lain yang mengatakan bahwa disamping kanan kiri kita terdapat malaikat ROqib dan Atid yang akan mencatat segala bentuk perkataan yang kit ucapkan yakni :
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Yang artinya : “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
Disamping itu, Rosulullah SAW juga mengaitkan larangan ghibah sebagai salah satu eksistensi bukti keislaman kita semua, dimana kata islam sendiri artinya adalah selamat. Selamat dari apa? salah satunya seperti pertanyaan yang dilontarkan sahabat Abi Musa kepada Rosulullah SAW tentang muslim sejati. “Yarosulallah ! siapakah orang-orang muslim yang utama/sejati?” tanya Abu Musa. Lalu dijawab oleh Rosulullah SAW yang artinya : “Mereka adalah orang-orang muslim yang lidahnya dan tangannya selamat.”
Tak hanya itu, bahkan terdapat sebuah hadits yang tragis sekali yakni sebuah hadits shohih imam bukhari yang diriwayatkan oleh sahabat Abi Hurairoh rodhiyallahu ‘anhu, dimana Rosulullah SAW pernah bersabda :
ان العبد ليتكلم بكلمة من رضوان الله تعالى ما يلقي لها بالا يرفعه الله بها درجات, وان العبد ليتكلم من سخط الله تعالى لا يلقي لها بالا يهوي بها في جهنم
Artinya : “Sesungguhnya seseorang hamba yang mengatakan sebuah kalimat yang diridhoi oleh Allah SWT, apa yang ia katakan akan mengangkatnya dengan beberapa derajat. Dan sesungguhnya seseorang hamba yang mengatakan sebuah kalimat yang dibenci oleh Allah SWT, maka apa yang ia katakan akan melemparkannya ke neraka jahannam.”
Itulah tadi telah jelas beberapa ancaman bagi orang-orang yang suka ghibah/menggunjing orang lain. Namun demikian, tidak semua orang menyebutkan keburukan orang lain itu berakibat dosa. Dimana ada beberapa hal yang memperbolehkan seseorang menyebutkan keburukan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Al Imam An Nawawi dalam kitabnya Riyadhus Sholihin diantaranya :
1. Saat dizolimi
Maka diperbolehkan bagi seseorang yang dzolimi melaporkan kepada seorang hakim/ penguasa dengan menyebutkan kejahatan seseorang yang sudah mendzoliminya.
2. Saat meminta pertolongan kepada orang lain karena ada kemungkaran
Mencegah sebuah kemaksiatan misalnya, maka seseorang yang lemah yang meminta pertolongan orang lain karena adanya kemungkaran agar ia bisa menghilang kemungkaran tersebut hukumnya adalah boleh.
3. Saat meminta fatwa kepada seorang kiyai/mufti
Seseorang yang meminta fatwa berkata kepada seseorang kiyai/mufti : “Ayahku dan saudaraku telah mendzolimi aku, apakah perbuatan mereka diperbolehkan? lantas apa yang harus aku lakukan agar terhindar dari hal tersebut, dan akhirnya aku mendapatkan kebebasan dari kedzoliman tersebut?. Maka ini dibolehkan”. Namun, disini dianjurkan agar tidak menyebutkan orangnya langsung. Misalnya dengan menyebutkan bahwa ada seseorang yang melakukan tindakan kedzoliman kepada ku.
4. Saat menakut-nakuti seseorang muslim dari kejelekan-kejelekan dan menasehatinya agar tidak melakukan hal tersebut.
5. Menjelaskan tentang kefasikan seseorang atau perkara bid’ah
Seperti seseorang yang terang-terangan meminum minuman keras, menculik orang, mencuri, dan mengambil alih perkara yang bathil. Maka diperbolehkan menyebutkannya namun tidak boleh menyebutkan ‘aib-‘aibnya yang lain kecuali ada sebab lain yang memperbolehkannya.
6. Karena memang sudah menjadi sebuah panggilan nama seseorang.
Jadi, jika seseorang sudah terkenal dengan sebutan yang dianggap jelek, misalnya : sipincang, sibuta, situli, si tolol dan seseorang yang memanggilnya tidak bertujuan untuk menyebutkan kekurangan-kekurangannya.