Bersabarlah Dalam Segala Keadaan
Didalam sebuah kitab dikatakan, kekuatan seseorang dalam agamanya bisa lebih kuat mengalahkan kepada dorongan nafsu yang ada dalam dirinya. Jika seseorang benteng agamanya betul-betul kokoh sehingga bisa mengalahkan nafsunya maka ia dikatakan orang yang sabar. Sebaliknya, jika nafsunya mengalahkan dirinya sehingga tidak ada perhatian kepada agamanya, maka ia bukan termasuk orang yang sabar.
Ketahuilah, keadaan manusia itu meliputi dua perkara. Pertama, adalah suatu keadaan yang cocok dengan suasana hati dengan menerimanya, dan yang kedua, adalah hal-hal yang tidak cocok dalam hati sehingga tidak menerima bahkan merasa benci pada keadaan tersebut. Sebuah keadaan apabila bisa menyenangkan hati seperti sehat, memiliki harta benda yang banyak, keluarga yang banyak, pengikut yang banyak dan seterusnya, ini jika kita tidak bisa mengerem/membatasi terhadap keadaan tersebut maka kita akan menjadi orang yang menyeleweng sehingga bisa melampaui batasan-batasan dari agama. Misalnya, jika seseorang itu sehat, dengan kesehatannya ia menjadikan sebuah kesombongan, maka inilah yang dikatakan hatinya yang telah dikalahkan dengan kesenangan tersebut.
Allah SWT telah berfirman dalam sebuah ayat :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jangan sampai melupakan dirimu untuk mengingat Allah. Kalau orang tersebut tidak ingat kepada allah tentang harta, anak, dan jabatannya, maka ia akan menyesal dikemudian hari.”. QS. Al Munafiqun : 9.
Hadirin sekalian yang dimulyakan oleh Allah SWT. Perlu diketahui, melakukan ketaatan itu merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan didalam hati setiap manusia. Mengapa demikian?, karena sejatinya manusia dikatakan mukallaf adalah mereka yang yang terkena paksaan oleh syari’at agama untuk melakukan suatu kewajiban dan menjauhi hal-hal yang dianggap menyenangkan bagi hawa nafsu. Contoh : seorang yang mukallaf mendapatkan beban untuk melakukan sholat, puasa ataupun zakat. Jika seseorang disuruh memilih, diantara melakukan sholat dan tidak sejatinya ia memilih tidak ingin melakukan sholat, namun manusia tersebut telah mukallaf, maka ia dipaksa untuk melakukannya. Dalam hal ini maka diperlukanlah sifat sabar pada diri kita agar bisa melewatinya sesuai yang disyari’atkan oleh Allah SWT.
Kaitannya sabar dengan sifat malas
Salah satu penyebab terjadinya sifat malas diantaranya adalah karena seseorang kurang perhatian kepada Allah SWT, dan rasa capek setelah melakukan suatu pekerjaan. Nah, disinilah posisi sabar sebagai sebuah hal yang sangat penting karena dapat menuntut manusia khususnya kita semua agar dipaksa melawan rasa malas tersebut sehingga kehidupan kita dapat melakukan ketaatan yang diperintahkan dan menjadi manusia yang lebih baik.
Hadirin, didalam sesuatu yang tidak menyenangkan tadi, ada juga sesuatu hal yang timbul dorongan dari luar yaitu orang lain. Pada situasi ini, orang lain yang telah berbuat jelek kepada kita maka nafsu kita mnedorong untuk membalasnya, namun menurut ajaran Rosulullah SAW kita tidak diperbolehkan, dan bahkan dianjurkan untuk memaafkannya dengan bantuan sabar.
Adapun hal lain seperti suatu keadaan yang timbul karena musibah dari Allah SWT, seperti rasa sakit, ditinggal mati oleh keluarga, terkena bencana dan lain sebagainya. Dalam menghadapinya kita harus ridho terhadap kepastianALlah SWT dan tidak boleh ngersulo (bahasa jawa yang artinya menggerutu). Jika hal ini bisa dilakukan maka insya allah pahalanya sangat besar sekali. Seperti halnya suatu kisah seorang sahabat nabi bernama Abu Tolhah dan istrinya Ummu Sulaim yang ditinggal mati oleh anak tercintanya.
Sepasang suami istri ini memiliki seorang anak, namun karena tuntutan mencari nafkah maka sebagai seorang suami, Abu Tolhah merantau jauh untuk mencukupi kehidupan keluarga. Singkat cerita, setiap haripun dilalui keduanya dengan keadaan menerima terhadap pemberian dari Allah SWT. Namun, pada suatu saat anak kesayangan satu-satunya itu meninggal dunia. Sepulangnya sang suami kerumah, ia tidak langsung diceritakan oleh istrinya atas meninggal dunia anak kesayangannya.
Lalu sang suami pun bertanya, “Dimana anak kita berada.” tanya Abu Tolhah kepada Ummu Sulaim.
Ummu Sulaim tidak langsung menjawabnya, akan tetapi sebelum kedatangan suaminya ia menyiapkan berbagai jamuan dan menghias diri seakan-akan menutupi kepergian anaknya tersebut dan menyelewengkan jawaban dengan sebuah pertanyaan. “Bagaimana jika seseorang dipinjami sebuah barang lalu barang tersebut tiba-tiba diminta oleh pemiliknya dan orang yang dipinjami nggerundel dan marah-marah? maka dijawabnya “Itu tidak benar.”.
Setelah mendengar jawaban tersebut akhirnya Ummu Sulaim memberitahukan kejadian yang menimpa anaknya dengan halus seraya berkata “Anak kita telah diambil oleh Allah SWT.”. Mendengar perkataan ini Abu Tolhah pun kembali berkata kepada istrinya, “Alhamdulillah, engkau pintar sekali wahai istriku karena telah mencoba untuk bersabar atas musibah ini.” ujarnya kepada istrinya.
Kemudian keesokan harinya sang suami menemui Rosulullah SAW dan menceritakan kejadian yang dialaminya bahwa istrinya telah mendidik anaknya dengan baik dan bersabar disaat anaknya diambil oleh Allah SWT. Kemudian setelah itu, karena telah dido’akan oleh Nabi, maka akhirnya diganti oleh Allah SWT dengan melahirkan tujuh orang anak yang kesemuanya diberi keistimewaan oleh Allah SWT menjadi anak-anak yang hafal semua ayat-ayat Al Qur’an.
Pokok dari cerita ini adalah kita harus sabar disegala situasi dan kondisi, baik itu dikala senang ataupun dikala diuji oleh Allah SWT, karena dengan sabar maka kita akan dengan tenang bisa menghadapi segala bentuk masalah dan akan mendapat kebahagiaan dengan berbagai kenikmatan dari Allah SWT. Sekian tausiyah ini, mudah-mudahan kita dapat mengambiul hikmahnya dan dijadikan orang-orang yang sabar oleh Allah SWT. Aammiin ya robbal ‘alamin.