Bolehkah Wudhu Menggunakan Kaos Kaki?
bahrulmaghfirohmalang.or.id – Pertama, pembahasan tentang kewajiban membasuh kaki hingga mata kaki bagi orang yang wudhu. Ini termasuk pada fardhu wudhu yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an al-Maidah [5] ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki”
Kedua, kami akan menjelaskan tentang Khuf [sepatu yang dipakai di kaki yang terbuat dari kulit yang bisa dipakai untuk perjalanan jauh]. Dalam kasus memakai khuf ini, memang ketika wudhu diperbolehkan hanya dengan menyapu khuf, tanpa membasuhnya. Akan tetapi ada persyaratan yang perlu dipahami dalam pemakaian khuf tersebut. Baiklah saudari penanya yang budiman. Mari kita bahas poin pertama, yakni kewajiban membasuh kaki hingga mata kaki saat berwudhu. Penjelasan ini sangat penting, sebab membasuh kaki termasuk dalam fardhu wudhu atau menjadi syarat sah berwudhu. Dalam kitab fikih Fathul Qarib, karya Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi menjelaskan bahwa rukun wudhu yang kelima adalah wajib membasuh kedua kakinya sampai mata kaki. Lebih lanjut, bagi orang yang memiliki kaki yang berbulu, berdaki, atau memiliki jari kaki berlebih, maka wajib baginya untuk mencuci semua bagian tersebut. Hal ini sama seperti ketika mencuci tangan, di mana semua bagiannya harus dibasuh dengan air.
والخامس (غسل الرجلين إلى الكعبين) إن لم يكن المتوضئ لابسا للخفين؛ فإن كان لابسهما وجب عليه مسح الخفين أو غسل الرجلين. ويجب غسل ما عليهما من شعر وسلعة وأصبع زائدة كما سبق في اليدين
Artinya: “Fardhu wudhu yang kelima (membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki). Ini berlaku jika orang yang berwudu tidak memakai khuf. Jika memakai khuf, maka wajib baginya untuk mengusap khuf atau membasuh kedua kaki. Dan wajib pula membasuh apa yang ada di kedua kaki, seperti rambut, kotoran, dan jari kaki yang lebih, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian tangan.” [Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi, Fathul Qarib, [Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1438 H/2005 M], halaman 32].
Sementara itu Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menjelaskan, membasuh kaki dalam wudhu harus dilakukan dengan menyeluruh, termasuk dengan membasuh seluruh permukaan tulang kering, telapak kaki, bagian dalam kaki, tumit, dan jari-jari kaki, termasuk di sela-selanya. Wudhu tidak sah jika kaki tidak dibasahi seluruhnya hingga mata kaki, tanpa ada bagian yang kering.
قَالَ الشَّافِعِيُّ : وَلَمْ أَسْمَعْ مُخَالِفًا فِي أَنَّ الْكَعْبَيْنِ اللَّذَيْنِ ذَكَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْوُضُوءِ الْكَعْبَانِ النَّاتِئَانِ وَهُمَا مَجْمَعُ مَفْصِلِ السَّاقِ وَالْقَدَمِ وَأَنَّ عَلَيْهِمَا الْغُسْلَ كَأَنَّهُ يَذْهَبُ فِيهِمَا إلَى اغْسِلُوا أَرْجُلَكُمْ حَتَّى تَغْسِلُوا الْكَعْبَيْنِ وَلَا يُجْزِئُ الْمَرْءَ إلَّا غُسْلُ ظَاهِرِ قَدَمَيْهِ وَبَاطِنِهِ وَعُرْقُوبَيْهِمَا وَكَعْبَيْهِمَا حَتَّى يَسْتَوْظِفَ كُلَّ مَا أَشْرَفَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ
Artinya: “As-Syafi’i berkata: “Aku tidak mendengar seorang pun yang menentang bahwa kedua mata kaki yang disebutkan Allah SWT dalam wudhu adalah tulang yang menonjol di tempat pertemuan antara sendi kaki dan betis. Dan wajib membasuhnya sebagaimana firman Allah SWT, “Basuhlah kakimu sampai ke mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6). Seseorang tidak cukup hanya dengan membasuh telapak kaki dan punggung kakinya, tetapi juga harus membasuh kedua tumit dan kedua mata kakinya hingga seluruh bagian yang menonjol dari mata kaki di atas pangkal betis terbasuh.” [Imam Syafi’i, al-Umm, Jilid I, [Beirut: Dar Fikr, 1983 M], halaman 42.] Berdasarkan keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa agar wudhu sah, kaki wajib dibasahi hingga mata kaki. Jika memakai kaus kaki, maka kaus kaki tersebut harus dibuka terlebih dahulu agar air dapat mengalir ke seluruh kaki.
Dengan begitu, wudhu akan sempurna. Namun di sisi lain, dalam fiqih memang ada keterangan terkait membolehkan menyapu sepatu [tanpa membasuhnya], tetapi tidak kaus kaki. Istilah ini dikenal dengan khuf. Secara pengertian, khuf adalah sepatu dari kulit yang menutupi hingga mata kaki. Untuk itu, bagi orang yang selalu memakai sepatu [khuf], dalam hal berwudhu diperbolehkan mengefektifkan prosesnya dengan tidak melepas sepatu. Sebagai pengganti mencuci kaki, cukuplah untuk mengusap bagian atas sepatu saja. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh dalam sabda Nabi, yang diriwayatkan Imam Muslim;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى اَلْعِمَامَةِ وَالْخُفَّيْنِ. (رواه مسلم)
Artinya: “Sesungguhnya Nabi saw pernah berwudhu dengan mengusap ubun-ubunnya, mengusap surban yang diikatkan di kepalanya, dan mengusap kedua sepatunya (sebagai ganti dari basuhan kaki).” (HR Muslim). Walaupun dibolehkan untuk mengusap sepatu saat berwudhu, perlu diketahui bahwa terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Apabila ingin mengusap sepatu sebagai pengganti membasuh kaki, maka individu tersebut harus memenuhi tiga syarat. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Ibrahim al-Ghazi dalam kitab Fathul Qarib; pertama, mulai mengenakan khuf tersebut dalam keadaan sudah berwudhu sempurna. Syarat kedua, khuf tersebut bisa menutupi bagian kedua telapak kaki yang wajib di basuh hingga kedua mata kakinya. Sepatu yang hendak diusap tidak boleh dilepas selama masih dalam keadaan berwudhu. Syarat ketiga, khuf tersebut harus terbuat dari sesuatu yang bisa digunakan untuk berjalan naik turun bagi seorang musafir guna memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Artinya, kedua khuf tersebut harus kuat, sekira bisa mencegah masuknya air.
بثلاثة شرائط: أن يبتدئ أي الشخص (لبسهما بعد كمال الطهارة) (وأن يكونا) أي الخفان (ساترين لمحل غسل الفرض من القدمين) بكعبيهما (وأن يكونا مما يمكن تتابع المشي عليهما) لتردد مسافر في حوائجه من حط وترحال
Artinya: “Dengan tiga syarat: Orang tersebut memakainya setelah bersuci dengan sempurna. Kedua khuf menutupi tempat wudhu wajib kaki, yaitu hingga mata kaki. Kedua khuf memungkinkan untuk berjalan dengan mudah, karena seorang musafir sering bepergian dan membutuhkan alas kaki yang nyaman.” [Muhammad bin Qasim al-Ghazi, Fathul Qarib [Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1438 H/2005 M], halaman 47]. Islam memang memberikan keringanan dengan memperbolehkan mengusap khuf saat berwudhu. Namun, keringanan ini tidak berlaku selamanya. Ada ketentuan yang berlaku. Bagi orang yang menetap (mukim), batas waktu mengusap khuf adalah 24 jam sejak wudhu pertama. Sementara bagi orang musafir, batas waktunya diperpanjang hingga 72 jam [3 hari].
Simpulan Sebagai kesimpulan, adapun terkait pertanyaan saudari tentang teman di kantor wudhu dengan tidak melepas kaos kaki hanya mengusap saja, maka itu membuat wudhunya tidak sah. Sebab membasuh kaki termasuk dalam fardhu wudhu. Namun, jika teman sekantor saudari memakai khuf [sepatu] dan memenuhi syarat untuk mengusap khuf, maka wudhunya sah. Adapun syarat untuk mengusap khuf: Pertama, khuf menutupi seluruh bagian kaki yang wajib dibasuh saat wudhu. Kedua, khuf terbuat dari bahan yang tebal dan tidak tembus air. Ketiga, khuf dipakai dalam keadaan suci. Namun perlu dicatat, antara khuf dan kaus kaki dua hal yang berbeda. Banyak orang keliru menyamakan khuf dengan kaus kaki. Meskipun keduanya menutupi kaki, terdapat perbedaan signifikan dalam pengertian dan hukumnya dalam Islam, terutama terkait wudhu. Apa itu Khuf? Khuf adalah alas kaki yang terbuat dari kulit tebal yang menutupi seluruh kaki, termasuk bagian atas kaki (punggung kaki). Khuf umumnya dipakai untuk bepergian jauh atau dalam kondisi cuaca dingin. Sementara kaus kaki adalah alas kaki yang terbuat dari berbagai bahan, seperti katun, nilon, atau spandeks, yang biasanya menutupi kaki hingga mata kaki atau betis. Lebih jauh lagi, perbedaan utama Khuf dan kaus kaki terletak pada bahannya. Khuf terbuat dari kulit tebal, sedangkan kaos kaki terbuat dari berbagai bahan, seperti katun, nilon, atau spandeks.