Puasa dari Ujaran Kebencian dan Berita Palsu
Saat ini banyak bermunculan ujaran kebencian dan berita palsu di masyarakat karena berbagai keputusan politik dan perbedaan agama. Saat ini, kebanyakan orang menggunakan media sosial yang sangat memudahkan dalam mengakses, membuat, dan mendistribusikan berita. Sangat mudah bagi mereka untuk menyebarkan berita tanpa adanya seleksi atau modifikasi, menciptakan berita palsu dan ujaran kebencian. Di bulan suci Ramadhan yang mulia ini, kita tentu harus menyadari bahwa makna puasa tidak sebatas menahan lapar dan haus. Sebuah hadis Nabi menyatakan bahwa banyak orang berpuasa hanya sebatas rasa lapar dan haus, tanpa memperhatikan amalan lain yang membatalkan atau mengurangi nilai puasa.
Jangan menyebarkan berita palsu atau ujaran kebencian pada saat puasa atau puasa di luar bulan Ramadhan. Ujaran kebencian dan berita palsu tergolong tindakan intoleransi yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat. Intoleransi terhadap kelompok lain karena perbedaan agama, politik, ideologi, suku, budaya, dan lain-lain semakin banyak terjadi di masyarakat. Al-Quran menyatakan bahwa kita harus mewaspadai bahaya berita palsu dan ujaran kebencian. Jika ada yang berperan sebagai jurnalis, tentu sangat berbahaya, apalagi jika digunakan untuk menyebarkan berita palsu dan ujaran kebencian. Kita harus mampu menahan diri dari perbuatan-perbuatan buruk tersebut (puasa). Dampak berita palsu dan ujaran kebencian dapat menimbulkan konflik yang merusak persatuan bangsa.
Dalam konteks negara dan bangsa dengan masyarakat majemuk, kita membutuhkan pesan-pesan baik yang dapat memperkuat persatuan, bukan permusuhan dan kebencian. Apabila pesan yang disampaikan mengandung nilai-nilai kebencian dan permusuhan maka akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Peristiwa-peristiwa intoleransi yang terjadi saat ini harus diselesaikan dengan akal sehat dan pikiran yang sehat demi kesehatan bangsa. Jika tindakan intoleransi yang merajalela ini tidak segera diatasi dan tepat sasaran, maka bisa menjadi bom waktu yang menghancurkan semangat nasionalisme dan persatuan bangsa. Hal ini tentu merupakan tindakan bodoh dan akan menimbulkan badai dalam kehidupan masyarakat dan bangsa. Masyarakat Indonesia yang berbudaya pluralistik memang dikenal sangat toleran, santun, dan menghargai perbedaan yang ada.
Keinginan untuk menghargai dan menghormati perbedaan merupakan bagian dari budaya yang sangat mulia. Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai budaya tidak akan terjebak dalam konflik. Hal ini dikarenakan bagi masyarakat yang beradab, perbedaan adalah suatu keindahan yang harus dilestarikan. Manusia (masyarakat) dan kebudayaan mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Jika dilihat dari ajaran masing-masing agama, nyatanya semua agama di Indonesia (Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Budha) mengajarkan tentang kerukunan. Tidak ada agama yang mengajarkan konflik. Konflik ini bisa terjadi akibat emosi masyarakat yang tidak terkendali. Sehingga, untuk menghindari konflik antar umat beragama, perlu lebih ditingkatkan pengembangan kehidupan umat beragama melalui tokoh-tokoh keagamaan. Ajaran tentang kerukunan hampir ada di setiap agama, sehingga sangat tidak pantas menebar permusuhan atas nama agama.
Perbedaan agama dan keputusan politik yang ada dalam suatu masyarakat sebenarnya tidak berpotensi menimbulkan konflik jika dimaknai dengan benar. Padahal, dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, perbedaan agama dan politik bisa dijadikan alat pengikat untuk membangun ikatan yang kuat. Di antara perbedaan-perbedaan yang ada, tentunya kita dapat menemukan kesamaan dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara secara bersama-sama. Jika politisi dan tokoh agama mampu menggunakan cara-cara santun dalam berdiskusi dan menyikapi perbedaan pendapat, maka tindakan intoleransi tentu tidak akan terjadi di masyarakat. Kasus intoleransi yang terjadi saat ini harus diselesaikan dengan akal sehat guna menjaga keutuhan bangsa.
Tentunya pemerintah harus mampu bertindak adil dan jujur terhadap segala permasalahan yang ada di masyarakat. Hal ini tentu merupakan tindakan bodoh dan akan menimbulkan badai dalam kehidupan masyarakat dan bangsa. Masyarakat Indonesia yang berbudaya pluralistik memang dikenal sangat toleran, santun, dan menghargai perbedaan yang ada. Keinginan untuk menghargai dan menghormati perbedaan merupakan bagian dari budaya yang sangat mulia. Namun, dengan situasi negara saat ini yang berisiko intoleransi, kita harus menjauhkan diri dari pencemaran nama baik dan berita palsu. Maka dari itu, kita harus bijak dan hati-hati dalam menyebarkan segala informasi dengan jujur dan tidak memihak guna membuka pikiran masyarakat.